Translate

Tajaan

Khamis, 21 Januari 2010

Sampah Kertasnya Diminati Menteri dan Artis

Nursalam

Bagi kebanyakan orang, sampah terkesan sangat menjijikan dan tidak bernilai. Namun, jika jeli melihat peluang, uang jutaan rupiah dapat diperoleh dengan mudahnya. Perpaduan antara kreativitas dan teknologi adalah kuncinya.

Demikian yang dilakukan Nursalam. Warga Mampang Prapatan XI Jakarta Selatan ini justru mendapat keuntungan dengan memanfaatkan sampah. Cara yang dilakukannya adalah membuat produk kerajinan rumahan, seperti kotak pembungkus kado, album foto, dan produk lainnya berbahan dasar kertas daur ulang.

Usaha ini berawal dari kampanye peduli lingkungan yang dilakukannya sebagai anggota Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) pada sekitar tahun 80-an. Saat itu, Nursalam muda giat menjadi aktivis yang selalu menyuarakan isu lingkungan hidup, terutama mengenai pencemaran air, pencemaran udara, dan sampah.

"Saat itu, saya dan teman-teman di Walhi sudah memprediksi kalau sepuluh tahun lagi, ketiga hal ini akan menjadi isu yang terus bergulir. Ternyata benar. Tiga isu itu bahkan mengemuka menjadi masalah dan tak kunjung usai," ujarnya.

Meski bersuara nyaring akan tiga masalah tersebut, ada satu hal yang sangat menarik perhatiannya, yakni sampah. Menurutnya, persoalan yang satu itu lebih berat dari yang lain.

"Kalau pencemaran air dan udara bisa teratasi dengan teknologi. Tetapi, sampah tidak bisa karena terus meningkat jumlahnya. Pertumbuhan sampah per harinya saja sepuluh persen lebih tinggi daripada pertumbuhan penduduk. Sampah itu dihasilkan setiap hari. Jadi rasanya tidak mungkin bisa teratasi sekaligus karena aktivitas konsumsi manusia terus berlangsung," tutur ayah dua anak itu.

Karena itu, Nursalam mengatakan, yang bisa dilakukan manusia hanya mengurangi volumenya saja. Salah satu cara dalam hal ini adalah mendaur ulang sampah, baik berupa kertas, plastik, maupun kaleng.

Bagi suami dari Ida Mufidah ini, sampah kertas bekas menjadi prioritasnya. Teknologi menjadi alasan. "Sampah kertas itu bisa dikreasikan dengan mudah karena tidak memerlukan alat berteknologi tinggi. Kebetulan saya masih menggunakan teknologi tradisional. Cukup dengan blender, cetakan yang dibuat sendiri, dan panas matahari. Sementara itu, sampah plastik atau kaleng membutuhkan alat yang lebih canggih," terang mantan aktivis Greenpeace ini.


Nabilla Syakieb

Ilmu mendaur ulang kertas sendiri telah dipelajarinya pada sekitar 22 tahun lalu. Tepatnya, saat ia menjadi anggota International Waste Management. Berkomunikasi lewat faksimile, Nursalam memperoleh semua ilmu memproduksi dan berkreasi.

Hasil karya pria bersahaja itu pun langsung disukai masyarakat. Bahkan, buah kreativitasnya memadukan bubur kertas dengan serat daun pisang atau bunga bougenville mampu menarik perhatian masyarakat kelas atas.

"Beberapa menteri menjadi langganan saya. Tetapi, saya tidak bisa menyebut nama beliau karena tidak enak. Takut tidak berlangganan lagi," ujarnya tertawa. Dikatakan, biasanya, pesanan para menteri berupa kotak kado atau suvenir berbahan dasar kertas daur ulang. Bahkan, kata Nursalam, baru-baru ini ada seorang menteri memesan 1.500 tempat bandrek kecil terbuat dari kardus daur ulang yang dibalut kain batik untuk dijadikan suvenir dalam sebuah acara. Sayangnya, ia tidak tahu untuk acara apa sang menteri memesan tempat bandrek.

Selain menjadi langganan menteri, karya Nursalam juga diminati artis. Seperti saat disambangi di tempat kerjanya di Kedai Daur Ulang, beberapa waktu lalu, Nursalam tengah mengerjakan produk pesanan Nabilla Syakieb. Artis cantik itu memesan sebuah kotak besar yang tidak dijual di toko.

"Ini saya sedang mengerjakan pesanan Nabilla. Senang bisa dipercaya gadis secantik dan cinta lingkungan seperti dia. Selain dia, ada juga artis lain, tetapi saya tidak terlalu kenal," ucap Nursalam sambil mengolesi lem pada kardus yang akan dijadikan kotak bersama dua pegawainya.

Selain mengerjakan pesanan pelanggan atau memproduksi karya terbaru, ia juga tengah meneliti kertas kemasan minuman salah satu soft drink terkemuka. Dikatakan, manajer produsen soft drink yang kemasannya berwarna merah itu meminta agar kemasan minuman milik perusahaannya didaur ulang menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat.

"Manajer perusahaan itu meminta saya mendaur ulang kemasan minuman yang biasa digunakan di tempat penjualan junk food. Hal ini dimintanya karena prihatin banyak sekali sampah kemasan yang dihasilkan setiap hari," terangnya.

Banyak Gerai

Produk kreasi tangan dingin pria lulusan ABA Cikini, Jakarta Pusat ini memiliki banyak counter. Bekerja sama dengan sebuah agen penyalur kerajinan tangan, karya-karyanya dipasarkan ke Gramedia, Gunung Agung, dan toko-toko besar lain.

"Lewat penyalur itu, produk saya dijual di 20 gerai yang tersebar di Jakarta. Tadinya pernah juga merambah Pasaraya dan SOGO. Tetapi, saya ganti penyalur jadi tidak dikirim ke sana lagi," tegas Nursalam.

Omzet penjualanannya memang tidak terlalu besar. Pendapat- an bersihnya hanya Rp 2.500.000 hingga Rp 4.000.000 per bulan. (sekitar RM1,500) Tetapi, angka itu cukup membuatnya hidup nyaman. Ia bisa menyekolahkan dua putrinya yang berusia 13 dan 9 tahun. Selain itu, rumahnya juga terbilang besar dan bagus. Bercat hijau dengan bangunan kokoh.

iDAN:

Dari bahan terbuang diproses kemali menjadi kertas & kotak yang boleh digunakan semula. Malahan banyak barangan lain yang terbuang boleh menghasilkan duit. Pokok pangkal rajin berusaha menjadikan ianya berguna.

RM1 = sekitar Rp. 2700

Tiada ulasan:

Catat Ulasan